A. Pendahuluan
Al Quran dan hadits merupakan pedoman
bagi seluruh umat islam di dunia yang mengatur kehidupan mereka. “Aku
tinggalkan dua warisan,selama kedua-duanya kamu pegang teguh maka kamu tidak
akan sesat selama-lamanya, yaitu Al-qur`an dan Sunah Rasulnya (hadits) "
itulah perkataan nabi untuk seluruh umat manusia. Banyak
diantara kita yang mungkin terjadi kesalahpahaman dalam menyebutkan tentang
apakah itu yang dinamakan hadits. Dalam makalah ini kami akan menjabarkan
tentang pengertian hadits serta macam-macam hadits yang ada. Karena hadis
merupakan sumber pokok kedua dari ajaran Islam, maka hadis- hadis yang
dijadikan dasar untuk melaksanakan ajaran Islam haruslah yang sahih dan
autentik, bukan hadis yang lemah, apalagi palsu. Untuk mengetahui otentisitas
dan tingkat validitas hadis tersebut diperlukan suatu penelitian yang cermat,
terutama meriwayatkannya. Memahami pengertian hadits merupakan suatu ilmu yang
penting dipelajari oleh setiap muslim. Oleh karena itu penulis akan menjelaskan
pengertian hadits perbedaan hadits dengan Al-Qur’an dan ruang lingkupnya.
A. Pengertian
Hadits
Menurut bahasa hadits adalah jadid, yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti khabar, artinya berita, yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Selain itu, hadits juga berarti qarib, artinya dekat, tidak lama lagi terjadi.
Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.”
Adapun menurut muhadditsin, hadits itu adalah “Segala apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu hadits marfu’(yang disandarkan kepada Nabi), hadits mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) ataupun hadits maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’in)
A. Perbedaan
hadits dengan al-qur’an
Meskipun Hadits dan Al-Qur’an adalah
sama-sama sumber ajaran islam dan dipandang sebagai wahyu yang berasal dari
Allah SWT, keduanya tidaklah persis sama, melainkan terdapat beberapa perbedaan
diantara keduanya. Untuk mengetahui perbedannya perlu dikemukakan terlebih
dahulu pengertian dan karakteristik dari Al-Qur’an, sebagaimana halnya dengan
Hadits, seperti yang telah dijelaskan.
Kata Al-Qur’an dalam bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata qara’a, yang berarti “bacaan” (al qira’ah). Di dalam QS Al-Qiyamah
[75]: 17 disebutkan:
إِنَّ عَلَيْنَا
جَمْعَهُ وَقُرْآَنَه
“sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.”
Selanjutnya,
kata Qur’an secara umum lebih dikenal sebagai nama dari sekumpulan tertentu
dari kalam Allah SWT yang selalu dibaca hamba-Nya.
Dengan
demikian, secara terminologis Al-Qur’an berarti:
“Dia
(Al-Qur’an itu) adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah SAW
dengan bahasa Arab, mengandung mukjizat meskipun dengan suratnya yang
terpendek, terdapat didalam mushaf yang diiwayatkan secara mutawatir,
membacanya merupakan ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat An-Nas.”[8]
Shubhi
Al-Shalih memilih definisi yang lebih ringkas, yang menurutnya telah disepakati
oleh para ahli ushul fiqih, para fuqaha’, dan ulama Bahasa Arab:
“Kalam Allah yang mengandung mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, terdapat di dalam mushaf, yang diriwayatkan dari Nabi SAW secara mutawatir, serta membacanya merupakan ibadah"
Dari definisi di atas jelas terlihat
kekhususan dan perbandingan antara Al-Qur’an dengan Hadits, yaitu:
1. Bahwa Al-Qur’an adalah Kalam Allah
dan bersifat mukjizat. Kemukjizatan Al-Qur’an tersebut diantaranya terletak
pada ketinggian balaghah (kandungan
sastra)-nya yang mencapai tingkatan di luar batas kemampuan manusia, sehingga
masyarakat Arab khususnya dan manusia pada umumnya tidak mampu menandinginya.
Dari segi ini terlihat perbedaan yang nyata antara Al-Qur’an dengan Hadits,
yatu bahwa Hadits maknanya bersumber dari Allah SWT (Hadits Qudsi) atau dari Rasul SAW sndiri berdasarkan dari hidayah
dan bimbingan dari Allah SWT (Hadits
Nabawi), dan lafaznya berasal dari Rasul SAW serta tidak bersifat mukjizat,
sedangkan Al-Qur’an makna dan lafaznya sekaligus berasal dari Allah SWT, dan
bersifat mukjizat.
2. Membaca
Al-Qur’an itu bernilai ibadah, dan sah membaca ayat-ayatnya di dalam shalat,
sementara tidak demikian halnya dengan Hadits.
3. Keseluruhan ayat Al-Qur’an diriwayatkan oleh Rasul SAW secara mutawatir, yaitu periwayatan yang menghasilkan ilmu yang pasti dan yakin keautentikannya pada setiap generasi dan waktu. Ditinjau dari segi periwayatannya tersebut, maka nash-nash Al-Qur’an adalah bersifat pasti wujudnya atau qath’i al-tsubut. Akan halnya Hadits, sebagian besar adalah bersifat ahad dan zhanni al-wurud, yaitu tidak diriwayatkan secara mutawatir. Kalaupun ada, hanya sedikit sekali yang mutawatir lafaz dan makna sekaligus
Ruang lingkup hadits
Hadits dapat di artikan sebagai
perkataan (aqwal), perbuatan (af’al), pernyataan (taqrir) dan sifat, keadaan,
himmah dan lain-lain yang diidhafatkan kepada Nabi SAW. Salah satu ruang
lingkup atau objek pembahasan Hadits adalah al-ihwal hadits dalam criteria
qauliyah, fi’liyah, taqririyah, kauniyah dan hamiyah Nabi itu sendiri.
Pada periwayatan Hadits harus
terdapat empat unsur yakni:
1.
Rawi
ialah subjek periwayatan, rawi atau yang meriwayatkan Hadits.
2.
Sanad atau
thariq ialah jalan menghubungkan matan Hadits kepada Nabi Muhammad SAW.
Sanad ialah sandaran hadits, yakni referensi atau sumber yang memberitahukan
Hadits, yakni rangkaian para rawi keseluruhan yang meriwayatkan Hadits.
3.
Matan
adalah materi berita, yakni lafazh (teks) Haditsnya, berupa perkataan,
perbuatan atau taqrir, baik yang diidhafahkan kepada Nabi SAW, sahabat atau
tabi’in, yang letaknya suatu Hadits pada penghujung sanad.
4.
Rijalul
Hadits ialah tokoh-tokoh terkemuka periwayat hadits yang di akui ke absahannya
dalam bidang hadits. Dengan demikian untuk mengetahui seseorang di sebut
sebagai rijalul hadits ditentukan oleh ilmu rijalul hadits.
Ruang lingkup pembahasan mengenai Hadits harus juga sampai pada penelaahan mengenai aspek-aspek dari materi isi kandungan tersebut. Adapun ruang lingkup pembahasan ilmu Hadits atau ilmu musthalah Hadits pada garis besarnya meliputi ilmu Hadits Riwayah dan ilmu Hadits Dirayah. Manfaat mempelajari ilmu Hadits Riwayah ini ialah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun obyek ilmu Hadits Dirayah terutama ilmu musthalah yang khas, ialah meneliti kelakuan para perawi, keadaan sanad dan keadaan marwi (matan)-nya